Senin, 26 Januari 2015

Gara-Gara Rohis

GARA-GARA ROHIS #

KETENANGAN ITU BERNAMA ROHIS
Masa remaja, masa yang galau galau nya, kebimbangan melanda para remaja apalagi remaja yang ababil. Kegundahan akan jati diri sempat menghampiri  Dewi. Hampir seluh ekstra kulikuler di sekolah, pernah Diikuti oleh Dewi, namun hasilnya nihil. Semua ekskul itu tidak memberi rasa cocok di hati Dewi, hingga suatu hari ada seorang teman yang baru saja masuk Rohis dan bercerita betapa serunya rohis itu. Hati Dewi mulai gusar akan ucapan temannya itu namun Dewi masih belum yakin.
Ucapan kawannya itu  masih saja berputar-putar di kepala dewi, sungguh perasaan yang aneh. Awalnya Dewi masih mengorek informasi dari temannya itu, tapi lama-kelamaan rasa penasaran itu makin kuat ditambah lagi ketika hari jum’at selalu saja ada kakak kelas yang menginformasikan akan kegiatan rohis yang khusus untuk perempuan. Sangat jarang dewi lihat ekskul lain seperti itu, bayangkan setiap pekan memberikan informasi dan mengajak agar datang dan tak pernah lelah. Sempat beberapa kali Dewi mengintip kegiatan itu, tapi masih saja ragu untuk memantapkannya.
Hingga suatu hari ada kedua temannya yang ingin masuk rohis juga, diberanikan langkah kaki dewi menuju tempat itu. Sungguh sambutan hangat yang tiada pernah dipikirkan dewi. Ketika itu ternyata agenndanya itu membuat kreasi dari makanan, sungguh seru walaupun ketika awalnya harus dihadang dengan mengapa memilih rohis, mengapa mau masuk rohis. Dewi menyerentakan jawabannya dengan kedua kawannya yang lain, maklum saja Dewi masuk rohis karena rasa penasaran dan dia pun belum tahu mengapa karena dia masuk rohis.
Untuk minggu-minggu ini, dewi hanya baru mengikuti kegiatan rohis keputrian dan mentoring Bta saja sedangkan yang pokok yaitu rohis bersama murabbi belum. Alasannya sepele, karena ketika awal masuk muncul berbagai paradigma tentang murabbi  rohis, jadi agak gimana gitu untuk mengikuti agenda sang murabbi.
Setelah satu bulan mengikuti rohis barulah dewi mengikuti rohis dengan snag murabbi, walaupun awalnya agak canggung tapi lama-kelamaan juga akan terbiasa. Maklumlah ketika dewi masuk rohis itu kira-kira ketika semester genap, ditambah ketika semester itu gur-guru kelas sembilan amatlah sibuk, maka tak jarang sang murabbi tak datang namun ada kak Alwi dan kawan kawan yang  menjadi murabbi sementara.
Walaupun bisa dibilang ketika itu jadwal rohisnya amatlah kacau, yang siang hanya rohis beberapa menit saja dan yang datang pun tak seberapa. Tapi rasa penasaran masih bersarang dalam benak Dewi. Pertanyaan ketika awal dia masuk rohis masih belum terjawab. Untuk apa dia masuk rohis? Apa alasanya? Pertanyaan itulah yang mendorong dewi tetap aktif di rohis.
Suatu dilema memang, ketika awal tahun ajaran baru, yang memantapkan hati di rohis hanya beberapa orang saja, kalau tidak salah akhwatnya hanya empat orang. Bukan anak rohis namanya kalau hanya karena hal itu pesimis. Anak rohis anti pesimis.
“Dewi kenapa, kok mukanya ngak bersahabat gitu?” tegur kak dina ditengah lamunan dewi
“ini loh kak, ko yang tertarik di rohis Cuma sedikit yah? Galau tau,” jawab Dewi dengan lesu.
“kenapa harus galau? Ini kan baru permulaan, tak menutup kemungkinan jika beberapa waktu kedepan anggota ini akan bertambah, optimislah,” seru kak Dina dengan senyum manisnya.
“bingun atuh ka,” keluh kesah dewi
“bingung kenapa?”
“apa rohis masih dipikir sampingan ya kak? Atau demo ekskulnya kurang keren?”
“demo ekskul kemaren keren kok, pake banget malah. Bukankah rohis datang dengan keikhlasan? Kenapa harus memaksa seseorang harus ikut rohis?  Siapa tahu walaupun mereka sedikit tapi mereka penuh dengan keikhlasan, bukankah itu yang kita cari?”
“semua pertanyaan kakak aku jawab iya, tapi iri kak lihat ekakul lain peminatnya banyak banget, aku gundah,”
“loh kenapa harus iri? Jangalah iri, kan sudah diberi takarannnya masing-masing, mungkin sekarang takaran kita sedikit tapi esok ataupun lusa kita tak pernah tau mungkin akan bertambah, percayalah kepada kuasa Allah SWT,”
“iyap, harus semangat.”
Mentari mulai menampakan sinarnya dan bemberikan senyuman kepada setiap insan manusia. Pagi ini tatapan baru, asa baru, kehidupan yang baru, dan semangat yang baru akan dimualai. Memang tak ada yang istimewa hari ini namun sudah ada tekad dalam diri Dewi, sebuah tekad yang amat sangat membara.
“aduh ada yang senyum-senyum aja nih? Kalau punya kebahagiaan bagi-bagi dong?” celetuk Rita
“ini aku bagi kebahagiaannya,” menebar senyum ke Rita
“ihhhh bukan bagi-bagi senyum maksudnya,” jawab Rita
“terus bagi-bagi apa? Kan sneyum itu kebahagian?” tanya Dewi dengan sedikit bingun
“berbagi cerita maksudnya, berbagi cerita itu menyenangkan. Ayolah berbagi.” Jawab rita dengan penuh antusias.
“Rita kepo banget sih, mau tau bangeettt apa?”
“ihhhh Dewi, serius nih, dewi gitu sih, ngak temen nih,”
“jangan marah kakak, ade minta maap hehehe. Aku itu tadi senyum-senyum karena lagi coba memikirkan program rohis atau kegiatan rohis apa yang bisa buat nambah anggota, lagi coba di pikirkan satu-satu, eh malah ngak sengaja keingetan waktu rujakan bareng sama mereka.”
“rujakan? Emang ada? Keren banget deh,”
“iya ada, tapi waktu itu yang rujakan Cuma sedikit, eh yang laki-lakinya Cuma dua orang aja,”
“terus apa yang seru?”
“ihhh itu belum kelar tau ceritanya,”
“ohhh, yaudah terusin dong,”
“jadi waktu rujakan itu ada yang berebutan sambelnya, ambil-ambil buah temennya, ada yang Cuma liatin doang karena lambungnya nak bisa di ajak kompromi, terus ada suruh ngabisin gitu, ihhh pokonya lucu deh,”
“apanya yang seru dan lucu? Itumah biasa,”
“karena Rita ngak ikut kegiatannya jadi Rita ngak bisa ngerasain serunya gimana!” pergi menilkan Rita
“yah jangan marah gitu dong Dewi,”
Mungkin semuanya ngak bakal peduli kalau dewi bercerita tentang rohis, mungkin mereka akan bersemangat kalau denger kabar dari korea, inggris dan kawan-kawan, tapi giliran rohis, kenapa cuek? Kenapa dipinggirkan? Kenapa? Rohis itu keren, rohis itu pinter, ibadah jalan prestasi juga jalan, kenapa seperti dipojokan? Ahhh aku lelah, sudah terlalu sering aku menyerah, sudah terlalu banyak airmata untuk rohis, aku tak bisa begitu saja meninggalkan rohis, arti sesungguhnya rohis masih belum aku temukan, semuanya masih hitam, masih belum ada titik terang, ini tekadku, harus!
“dewi kenapa? Kok nangis lagi? Kan kakak udah bilang sama dewi jangan nagis di depan kakak, jangan pesimis ataupun menyerah” sapa kak Dina nengagetkan lamunan dewi
“eh kak Dina (menyusap air matanya). Dewi ngak nagis kok, nih liat ngak ada air mata kan?” jawab dewi berusaha menutupi kesidihannya.
“udah lah ngak usah bohong sama kakak, bohong dosa loh?  Dewi nangis kenapa sih?” tanya kak Dina sambil memegang pundak dewi
“biasalah kak, ada sedikit insiden tapi yah sudah terlupakan kok sama dewi. Oya kak nanti kita keputrian kan? Materi, games, atau hasta karya?” tanya dewi penuh antusias
“ada deh, dewi kepo deh hehehe” ledek kak Dina
“ihhh kakak mah gitu,” (memasang wajah cemberut)
“jangan marah ade, kakak hanya berguara ja, ada deh pokonya, kalau mau tau nanti dateng aja deh, pasti dijamin seru kok,”
“sip deh kakak, dewi masuk kelas dulu ya ka, assalamualaikum kakak cantik”
“waalaikumsalam adikku sayang,”
Langkah kecilnya mengiringi keceriannya, tak ada lagi gundah, semua sirna seketika. Ketika kesedihan melanda, kak Dina datang sebagai pelipur lara. Ketika kekuatan itu hilang, rohis memberikan semangat agar kekuatan itu kembali. Di kala benteng bertahanan akan roboh, prajutir rohis dengan sigap mempertahankan benteng itu, sungguh suatu kesatuan yang takkan pernah terpisah dan takkan bisa di temukan dimanapun.
Berl sekolah berbunyi, dengan langkah terburu-buru, Dewi berlari menuju ruangan yang biasa di pakai untuk keputrian. Masih sepi memang ruangan itu namun terasa ramai ketika dewi melangkah penuh dengan ke ikhlasan. Anak laki-laki telah di giring untuk melaksanakan sholat jum’at, kini waktunya keputrian dimulai. Ternyata hari ini agendanya curcol atau curhat colongan atau lebih kerennya itu shering.
Penuh antusia ternyata, satu sama lain tak mau kalah untuk bertanya atau pun hanya sedekar berbagi cerita. Riuh memang ruangan ini tapi itu adalah kebahian untuk Dewi, ya walaupun anggota baru dari kelas tujuh hanya empat orang tapi hari ini terlihat seperti empat ratus orang. Dewi yang sedari tadi hanya duduk di pojok ruangan, sesekali tersenyum.
Dulu ketika di tanya alasanku memilih rohis aku belum meliki jawaban pasti, jawaban itu masih aku gantungan hingga setik ini. Detik ini aku baru menyadari betapa beruntungnya aku bisa menjadi bagian dari rohis. Detik ini pula aku beru tau mengapa aku jatuhkan hatiku untuk rohis. Sesungguhnya di rohis lah aku mendapatkan suatu ketenangan, ketenangan yang tidak aku dapatkan di tempat-tempat lain. Di rohis pula aku temukan rasa persaudaraan yang amat sangat kokoh. Mulai hari ini aku lantangkan suara ku untuk rohis, dan ku jawab pertanyaan mereka tentang alasanku memilih rohis. Saya anak rohis dan saya bangga menjadi anak rohis.
#GARA-GARA ROHIS. Dewi mulai menenukan keluarga yang baru, rasa penasarannya mulai terjawab sehingga ketika lulus nanti tak ada keraguan di dalam hatinya. #GARA-GARA ROHIS kini Dewi  bisa mengontrol emosinya. #GARA-GARA ROHIS, dewi memiliki sahabat-sahabat baru.
sumber :  http://ukhtimahlil.blogspot.com/2014/06/gara-gara-rohis-2.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar